Hukum Asuransi Jiwa dalam Islam

Hukum Asuransi Jiwa dalam Islam

A. Pengertian

Asuransi Jiwa adalah program asuransi yang memberikan perlindungan terhadap resiko pada jiwa seseorang yang menjadi tertanggung seperti sakit, kecelakaan atau meninggal dunia. Banyak manfaat yang bisa diterima dari asuransi seperti meringankan biaya pengobatan yang biasanya dalam jumlah besar, memberikan santunan kepada ahli waris jika yang tertanggung meninggal dunia.

B. Dalil-Dalil

Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 9:
Dan Hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
baca :Hukum Islam 
Hadis Nabi saw:
Rasulullah Shallahu’alaihi wa Sallam bersabda :”Sesungguhnya kamu tinggalkan keturunanmu dalam keadaan cukup adalah lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka miskin meminta-minta kepada orang lain.” (HR Bukhari-Muslim)

C. Pembahasan

Para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya asuransi jiwa:
  1. Muhammad Yusuf al-Qardhawi yang mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya termasuk asuransi jiwa karena menganggap asuransi sama dengan judi dan riba.
  2. Abdul Wahab Khallaf membolehkan semua praktik asuransi termasuk asuransi jiwa dengan alasan tidak ada nash yang melarangnya. Selain itu kedua belah pihak sama-sama untung dan termasuk kategori akad mudharabah.
  3. Abu Zahra hanya jenis asuransi yang bersifat sosial saja yang boleh dan mengharamkan yang hanya berorientasi komersil saja.
Pada dasarnya semua bentuk akad baru yang tidak ada hukum sebelumnya dalam hal muamalah hukumnya seperti asuransi jiwa adalah mubah sebagaimana kaidah fiqh yang mengatakan:
Al-Ashlu fil ‘Uqud al-ibahah hatta yadulla ad-dalil ‘ala tahrimiha. (Hukum dasar dari akad adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya).
Terlebih dengan adanya asuransi, orang tertanggung sama halnya menabung untuk kepentingan yang baik seperti jika ia meninggal maka ahli warisnya dapat menerima “santunan” (klaim) dari pihak perusahaan asuransi sebagaimana dianjurkan oleh Allah dalam surat an-Nisa ayat 9 di atas.
Disamping itu, asuransi juga tidak bisa dikatakan judi karena bertujuan mengurangi beban dari resiko orang yang membutuhkan dana besar ketika sakit atau kecelakaan dan membawa maslahah bagi keluarga jika tertanggung meninggal dunia. Hal ini jelas bertolak belakang dengan judi.
Bahkan perusahaan asuransi tertentu akan mengembalikan polis secara utuh beserta keuntungannya jika selama kontrak asuransi telah habis dan tidak ada klaim. Hal ini sama halnya dengan melakukan akad mudharabah yang diperbolehkan dalam Islam.

D. Kesimpulan.

Asuransi mendatangkan banyak manfaat atau maslahat daripada madharat, dan tidak juga menentang syariat karena bukan kategori judi. Namun sebaiknya Anda tetap bijak dalam memilih program asuransi. Jika disinyalir banyak kerugian dan tipu daya di dalamnya, maka tinggalkanlah dan lebih baik memilih asuransi syariah yang lebih aman dari segi akad syariahnya.